Selasa, 16 Juni 2009

DO’A DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

A. Pendahuluan
Manusia sudah mengenal do’a. jauh sebelum ia benar-benar mengenal Tuhan, seperti yang terjadi pada masyarakat penganut animisme dengan anggapan bahwa setiap benda mempunyai kekuatan ghaib. Sehingga mereka mengadakan persembahan yang beraneka ragam terhadap benda-benda tersebut. Ini disebabkan adanya keyakinan terhadap kekuatan luar biasa yang berada di luar kekuatan manusia.
Dalam sejarah Adam-pun dijelaskan bahwa setelah Adam dijadikan dan ditiupkan roh, ia diajarkan lafaz do’a yang berbunyi : “Ya Tuhanku ! Tunjukilah aku jalan yang lurus, jalan mereka yang pernah beroleh berkah kurnia-Mu, bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat”. Do’a ini dianggap sebagai sejarah dari surah al-Fatihah sebagai do’a pertama yang ditemui pada bagian awal muzhab al-Qur’an.
Dalam Islam do’a merupakan induk dari ibadah. Karena semua ibadah, termasuk shalat, puasa, zakat, dan lain-lain merupakan bentuk permohonan dalam wujud pengabdian agar diberikan Allah kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat. Namun, keseluruhan isi al-Qur’an bukanlah kitab do’a meskipun banyak dijumpai do’a-do’a yang langsung dan tidak langsung di dalamnya.
Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas tentang tafsir mawdhui yang berkenaan dengan do’a dalam al-Qur’an; khusunya mengenai etika berdo’a yang diajarkan al-Qur’an.
B. Pengertian Do’a dalam al-Qur’an
Ada beberapa pengertian do’a menurut bahasa:
1. Menurut Muhammad bin Ismail al-Kahlani, do’a adalah :
[1] الدعاء مصدر دعا وهو الطلب
Do’a adalah mashdar dari kata da’a, dia adalah menuntut.
2. Dalam Kamus Munjid fi al Lughah, do’a diartikan:
[2] الدعا – دعا – ناداه رغب إليه استعانة
Do’a adalah mashadar dari da’a artinya memanggil (menyeru) –Nya ingin meminta tolong kepada-Nya.
3. Menurut Kamus al-Muhith, do’a adalah :
[3] الدعا به إستحضره
Do’a adalah meminta atau menyuruh datang.
Arti do’a yang telah dikemukakan di atas sama dengan menuntut (meminta) dan ada yang mengatakan menyeru dan memanggil, kemudian ada yang mengatakan meminta tolong. Pengertian-pengertian yang dikemukakan tersebut, hakikatnya adalah sama dengan minta tolong.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disatukan bahwa do’a itu artinya meminta.
Sedangkan do’a menurut istilah
1. Menurut Muhammad bin Ismail al-Kahlani, do’a adalah :
[4] الدعا مصدر دعا وهو الطلاب : ويطلق على الحث علا فعل الشيئ
Do’a mashdar dari da’a artinya meminta atau menuntut (الطلاب) dipergunakan juga do’a itu untuk mendorong orang lain untuk melakukan sesuatu.
2. M. Hasbi ash-Shiddeqy mengemukakan bahwa kata do’a dengan makna permintaan atau permohonan, [5] seperti dalam firman Allah Swt :
… ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ …. (المؤمن : 60)
… Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. … (QS. 40 : 60)
Dalam wacana intelektual Islam, pengertian do’a sama seperti yang dikemukakan di atas yaitu sebagai seruan, permintaan, permohonan, pertolongan, dan ibadah kepada Allah SWT supaya terhindar dari mara bahaya dan mendapatkan manfaat. [6]
Penggunaan kata do’a dan yang berakar dari kata da’a dalam Al-Qur’an terdapat pada 212 ayat dan tersebar pada 55 surat. [7] (Mu’jam) Jika ditelusuri dari tema do’a berupa seruan, permintaan, atau permohonan ditemukan pula pada 252 ayat yang tersebar dalam 49 surat. [8] (Cd al-Qur’an). Berdasarkan penelusuran ini terdapat indikasi bahwa tidak semua akar kata do’a berarti permintaan. Sebaliknya, tidak semua permintaan atau permohonan menggunaan kata da’a atau derivasinya.
Dalam 252 ayat yang mengandung arti do’a terdapat lafaz lain yang mengindikasikan makna do’a yaitu dengan menggunakan kata rabba, rabana, allahumma dan ada berbentuk amar. Berikut akan diberikan contoh-contoh ayat yang mengunakan kata-kata tersebut.
1. Kata Rabbi
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي. وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي. وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي. يَفْقَهُوا قَوْلِي (طه : 25-28)
Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku
2. Kata Rabbana
يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma`aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
3. Kata Allahumma
قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا ِلأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَءَايَةً مِنْكَ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيرُ الرَّازِقِينَ (المائدة : 114)
Isa putera Maryam berdo`a: "Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezkilah kami, dan Engkaulah Pemberi rezki Yang Paling Utama".
4. Bentuk Amar
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ(الفاتحة6)
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
Dalam al-Qur’an ditemukan penggunaan do’a selain yang bermakna permintaan atau pengharapan, seperti do’a yang bermakna ibadah dan seruan. Berikut akan dipaparkan beberapa makna tersebut dalam al-Qur’an:
1. Do’a sebagai permintaan, seperti Do’a Nabi Zakaria yang meminta kepada Allah untuk diberikan anak cucu pada surat Ali Imran ayat 38
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ (ال عمران: 38)
Di sanalah Zakariya mendo`a kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do`a".
2. Do’a dengan makna ibadah, seperti dalam surat al-A’raf ayat 29 :
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ (الأعرف:29)
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri) mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta`atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepadaNya)".
Kata َادْعُوهُ dalam ayat di atas berarti sembahlah Allah sebagai indikasi bahwa maksud do’a di sini adalah ibadah kepada Allah. Lebih lanjut kata َادْعُوهُ ini ditafsirkan bulatkanlah seruan dan do’a kepada-Nya, dengan tidak mencampurkan dengan yang lain. [9]
Ayat lain yang menggunakan makna ibadah pada kata do’a terdapat dalam surat Fushilat ay­at 33 :
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (فصلت: 33)
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru (beribadah) kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?"
3. Do’a sebagai seruan, dijumpai pada ayat 14 surat Fathir berikut :

يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ(13) إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ(14)

Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.
Dalam ayat di atas do’a bermakna seruan yang dilakukan oleh kaum politeis terhadap objek-objek sembahan mereka. Tuhan-tuhan selain Allah itu tidak akan mendengarkan seruan mereka, dan sekiranya mendengarkan, tidak akan ada yang mengabulkannya. Karena hanya Allahlah yang akan mengabulkan doa.
Selain itu ada juga do’a yang bermakna seruan kebaikan, seperti
دَعْوَةُ الْحَقِّ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لاَ يَسْتَجِيبُونَ لَهُمْ بِشَيْءٍ إِلاَّ كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلاَّ فِي ضَلاَلٍ(الرعد:14)
Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do`a yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan do`a (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.
Ayat ini menjelaskan seruan Nabi dan Rasul menyampaikan seruan kepada umat manusia supaya mereka sadar, agar mereka mengerti siapa Tuhannya, Tuhan yang tidak bersekutu. Menurut Ali bin Abi Thalib yang dimaksud Da’watul Haq adalah Kalimat Tauhid, keyakinan mengesakan Allah. Sedangkan Ibnu Abbas menjelaskan bahwa seruan kebenaran tersebut adalah kalimat Lailaha illa Allah..[10] Da’watul Haq merupakan do’a yang benar-benar hanya untuk Allah. Yang mewujudkan ketauhidan-Nya.

Melihat makna do’a yang muncul dalam beberapa ayat yang dipaparkan di atas terlihat ada beberapa pengertian:
1. Do’a merupakan permintaan, seperti terlihat dalam beberapa ayat di atas.
2. Do’a merupakan penguatan hati untuk keimanan dan membulatkan keyakinan kepada Allah
Dari dua pengertian ada benang merah, bahwa do’a itu merupakan sebuah permintaan, yang tujuannya tidak terlepas sebagai pengagungan, pentauhidan terhadap Allah. Karena tidak ada yang akan mengabulkan permintaan, kecuali Allah semata.
C. Perintah Berdo’a
Dalam agama Islam, berdo’a merupakan hal yang penting untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena dia merupakan inti ibadah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi, yang berbunyi :
[11] الدعاء مخ العبادة (رواه البخارى والترمذى)
Do’a itu adalah intinya ibadah. (HR. Bukhari dan Turmizi)
Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa berdo’a adalah ibadah bahkan intinya ibadah. Allah mensyari’atkan kepada hamba-Nya, supaya berdo’a kepada-Nya. Firman Allah dalam surat al-Mukmin ayat 60 yang berbunyi :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ(المؤمن: 60)
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".
Berdasarkan ayat yang telah disebutkan di atas maka dapatlah dipahami, bahwa do’a adalah suatu yang disyari’atkan Allah kepada hamba-Nya, karena dalam ayat tersebut telah dijamin oleh Allah, bahwa doa yang disampaikan oleh hamba-Nya akan dikabulkan-Nya.
Dan orang yang tidak mau berdo’a kepada Allah adalah termasuk orang-orang yang sombong, orang yang sombong akan dimasukkan oleh Allah ke dalam neraka jahannam.
Pada beberapa ayat lain Allah menyuruh hamba-Nya untuk berdo’a kepada-Nya, karena hanya kepada-Nyalah kita wajib untuk berdo’a serta meminta sesuatu, di antaranya ayat mengatakan demikian adalah :
1. Firman Allah surat al-A’raf ayat 29
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ (الأعراف : 29)
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri) mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta`atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepadaNya)".(QS. 7 : 29)
2. Firman Allah Swt dalam surat al-A’raf ayat 180
وَلِلّهِ اْلأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (الأعراف : 180)
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 7 : 180)
3. Firman Allah Swt dalam surat al-Mukmin ayat 65
هُوَ الْحَيُّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (المؤمن :65)
Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. (QS. 40 : 65)
Dalam ayat lain dinyatakan, bahwa Allah Swt menyembah kepada-Nya.
4. Firman Allah Swt dalam surat al-Isra’ ayat 110
قُلِ ادْعُوا اللهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ اْلأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً (الإسرآء : 110)
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" (QS. 17 : 110)
5. Firman Allah Swt dalam surat al-Mukmin ayat 14
فَادْعُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (المؤمن :14)
Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai (nya). (QS. 40 : 14)
6. Firman Allah Swt dalam surat al-A’raf ayat 55
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ(الأعرف: 55)
Berdo`alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
7. Firman Allah Swt dalam surat al-A’raf ayat 56
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ
مِنَ الْمُحْسِنِينَ(الأعراف: 56)
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah Swt menyuruh hamba-Nya untuk berdo’a kepada-Nya, dari ayat ini dapat diambil pengertian, bahwa Allah Swt menginginkan supaya hamba-Nya dekat kepada-Nya.
Dalam al-Qur’an semua do’a harus ditujukan kepada Allah. Allah yang menyuruh meminta kepada-Nya dan Ia yang menjamin pengabulannya. Seperti yang dikemukakan dalam surat al-Mukmin ayat 60 di atas. Dan Ini dikuatkan oleh ayat lain:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ(186)
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Ayat ini membuktikan bahwa Allah itu dekat, maka Allah menyuruh agar berdo’a secara langsung tanpa perantara
D. Hubungan Manusia dengan Do’a
Do’a merupakan permintaan dan harapan. Manusia sering lari kepada berdo’a tatkala tidak ada lagi tempat berharap. Hal ini memang tabiat kemanusiaan yang tidak bisa didustakan, karena manusia diciptakan mempunyai tabiat keluh kesah. Bila mendapat musibah mereka tidak sabar, sebaliknya bila mendapat nikmat mereka jadi lupa diri. Allah menjelaskan perihal manusia ini:
Az-Zumar ayat 8:
وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلًا إِنَّكَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ(8)
Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan ni`mat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdo`a (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka".
Sifat mendua manusia ini termasuk sifat yang tercela yang harus dihindari oleh orang yang beriman. Manusia beriman yang sadar akan hakikat dirinya sebagai hamba Allah, tidak hanya berdo’a di saat sulit. Karena karunia Allah tidak hanya dibutuhkan di saat sulit, tetapi dalam semua keadaan, baik susah maupun bahagia.
Do’a adalah bagian dari ibadah untuk menyembah Allah. Untuk menjadi penyembah Allah, manusia harus berusaha mendekati sifat-Nya yang tidak pilih kasih dan menekan sifat egois yang hanya ingta kepada Allah di saat sulit. Sebagai hamba harus meneyembah Allah dalam seluruh keadaan. Atau atau buruk, suka atau duka.
Dalam berdo’a manusia harus mengikutinya dengan perbuatan, atau manusia berbuat dan ia mengikuti dengan do’a. tidak ada do’a yang terlepas dari usaha. Inilah ciri orang yang beriman. Firman Allah:
Ali Imran: 195:
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ(195)
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
Karena itu do’a setiap muslim harus bertujuan kebaikan untuk dirinya dan untuk saudara-saudaranya sesama insan. Dan seorang muslim tidak akan berdo’a untuk sesuatu yang akan merusak dirinya.
Dan pada akhirnya manusia berdo’a dan berusaha sedangkan ketentuannya ada pada Allah: Ali Imran: 159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ(159)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
E. Syarat-syarat Do'a
Syarat-syarat yang penulis maksudkan di sini adalah syarat yang dikaitkan dengan do’a yaitu syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang berdo’a, yang kiranya dapat dikabulkan oleh Allah Swt. syarat-syarat tersebut terbagi kepada dua, yaitu syarat yang berkaitan dengan pribadi yang berdo’a dan syarat yang berkaitan dengan pelaksanaan do’a.
1. Syarat yang berkaitan dengan pribadi yang berdo’a
Syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang agar do’anya dikabulkan oleh Allah adalah sebagai berikut :
a. Beriman
Sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Ra’du ayat 14 :
لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لاَ يَسْتَجِيبُونَ لَهُمْ بِشَيْءٍ إِلاَّ كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلاَّ فِي ضَلاَلٍ (الرعد : 14)
Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do`a yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan do`a (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.(QS. 18 : 14)
Selanjutnya Allah berfirman dalam surat al-Mukmin ayat 50 :
… فَادْعُوا وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلاَّ فِي ضَلاَلٍ (المؤمن :50)
… "Berdo`alah kamu". Dan do`a orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka. (QS. 40 : 50)
Ayat ini menyatakan bahwa do’a orang kafir itu tidaklah diterima Allah Swt.
Dari ayat yang telah dijelaskan tersebut, bahwa do’a orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia, karena dengan demikian dapat dipahami bahwa pertama sekali yang harus dipenuhi adalah beriman kepada Allah yang akan mengabulkan do’a.
b. Ikhlas
Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah surat al-A’raf ayat 29
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ (الأعراف :29)
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri) mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta`atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepadaNya)". (QS. 7 : 29)
Ayat di atas menjelaskan, bahwa Allah Swt menyuruh hamba-Nya berdo’a dengan jiwa yang ikhlas dan beragama semata-mata untuk Dia. Dari ayat ini dapat diketahui bahwa seorang yang akan menyampaikan do’anya kepada Allah Swt hendaklah orang itu ikhlas, bersih hatinya dari selain Allah. Dia hanya meminta kepada Allah tidak ada yang lain dari Allah Swt.
Menurut Muhammad al-Ghazali Ikhlas adalah melakukan amal kebajikan semata-mata karena Allah, yakni semata-mata karena mengharapkan keridhaanNya. [12]
Sedangkan Muhammad Abduh berpendapat bahwa ikhlas adalah ikhlas beragama untuk Allah dengan selalu menghadapkan kepada-nya, dan tidak mengakui kesamaa-Nya dengan makhluk apapun dan bukan tujuan khusus seperti menghindarkan diri dari malapetaka atau untuk mendapatkan keuntungan serta tidak mengangkat selain dari-Nya sebagai pelindung. [13]
Pengertian ikhlas lebih ditujukan kepada amal dan ibadah. Demikian halnya dengan do’a. di dalam berdo’a seseorang dituntut untuk ikhlas dalam mengungkapkan permohonan dan keinginannya.
Dalam ayat di atas ikhlas dijelaskan dengan kata مُخْلِصِينَ mufradnya مُخْلِص yang berarti orang yang ikhlas dalam mentauhidkan Allah. [14] Jadi ikhlas tetap juga dikaitkan dengan mentauhidkan Allah, dan ini sesuai dengan tujuan do’a. ini dikuatkan oleh ayat lain yang terdapat dalam ayat-ayat berikut:
هُوَ الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ حَتَّى إِذَا كُنْتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِمْ بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَا جَاءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنْجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ(يونس: 22)
Dialah Tuhan yang menjadikan Kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdo`a kepada Allah dengan mengikhlaskan keta`atan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur".
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ(العنكبوت:65)
Maka apabila mereka naik kapal mereka mendo`a kepada Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah),
وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا كُلُّ خَتَّارٍ كَفُورٍ(لقمن: 32)
Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar.
فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ(المؤمن: 14)
Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai (nya).
هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ(المؤمن: 65)
Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Penggunaan kata مُخْلِصِينَ yang merupakan isim fa’il, menekankan bahwa ikhlas harus diusahakan dan diwujudkan oleh diri pribadi. Berbeda apabila menggunaan isim fa’il مُخْلصِينَ, dalam ini ikhlas sebagai anugrah Allah seperti yang digambarkan dalam kisah Nabi Yusuf, surat Yusuf ayat 24:
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ(يوسف: 24)
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allahlah yang menghindarkan Yusuf dari keburukan dan kekejian, karena Yusuf tergolong orang-orang yang dimurnikan atau disucikan oleh Allah SWT.
Jadi dalam berdo’a dituntut keikhlasan hati, semata-mata memohon dan meminta kepada Allah.
c. Orang yang mau bertaubat atas kesalahan
Firman Allah dalam surat al-An’am ayat 54 :
وَإِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِنَا فَقُلْ سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (الأنعام : 54)
Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun-alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 6 : 54)
Ayat ini juga menerangkan bahwa orang yang berbuat jahat, kemudian bertaubat, maka permohonannya diterima oleh Allah Swt yaitu keampunan dari pada-Nya.
2. Syarat-syarat yang berkaitan dengan pelaksanaan do’a
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan do’a adalah :
a. Memakai nama Allah Swt dalam berdo’a, sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam ayat berikut :
وَلِلّهِ اْلأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (الأعراف : 180)
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. al-A’raf : 180)
Ayat ini menjelaskan bahwa untuk menyampaikan do’a kepada Allah Swt, maka harus memakai atau mengucapkan di antara nama tersebut.
b. Dengan perasaan takut dan harapan, sebagaimana Firman Allah Swt :
وَلاَ تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (الأعراف : 56)
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. al-A’raf : 56)
Diketahui dalam ayat ini Allah memberi tahu, dan menyuruh supaya berdo’a dengan harap dan cemas, maksudnya adalah perasaan takut tidak akan diterima do’a dan kiranya berharap benar supaya dapat diterima Allah Swt.
Dalam ayat tersebut juga dapat diketahui bahwa orang-orang yang berbuat baik (al-muhsinin), rahmat Allah dekat kepadanya, dari sini juga dapat dipahami, bahwa syarat terkabulnya do’a adalah suka berbuat baik dan tidak pernah berbuat jahat.
c. Berdo’a dengan berendah hati dan dengan berbisik, sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf ayat 55
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (الأعراف : 55)
Berdo`alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-A’raf : 55)
Dalam ayat ini diajarkan dua tata cara berdo’a yaitu: tadarru’an, merendahkan diri, dan Khufyatan, bersunyi.[15] Yang dimaksud merendahkan diri, yaitu merendahkan diri kepada Allah di saat memohon dan meminta petunjuk-Nya, mengakui kelemahan yang ada pada dirinya sebagai manusia. sehingga akan terasa bahwa dirinya adalah semata-mata bergantung kepada belas kasih Allah.
Yang yaitu bersunyi, maksudnya apabila mengerjakan ibadat bersama-sama dengan menghindarkan sesuatu yang akan menimbulkan riya’. Sebagian ahli tafsir mempertemukan makna antara Tadharu’an dan Khufyatan yaitu ketika berdo’a sendirian kerjakanlah dengan merendahkan diri, tadharru’an dan ketika bersama hendaklah sikap tadharru’an disempurnakan dengan Khufyan. [16]
Thabathabai cenderung menafsirkan tadharru’a dan khufyan ini dengan suara antara jahar dan sir.[17] Jadi dalam berdo’a hendaknya suara berada di antara keras dan pelan.
Dalam ayat lain tadharu’an diikuti dengan Khifan yaitu rasa takut
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ(205)
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
Dalam ayat ini diperjelas bahwa do’a itu dengan tidak mengeraskan suara, karena hal tersebut dilarang oleh Allah
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا(الاسراء: 110)
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu"
d. Mengulang-ulang dalam berdo’a
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا(مريم: 4 )
Ia berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo`a kepada Engkau, ya Tuhanku.
Ayat ini adalah do’a Nabi Zakaria sebagai wujud pengakuannya bahwa dia tidak akan berhenti berdo’a kepada Allah walaupun umurnya telah senja. Karena dia yakin Allah akan mengabulkan do’anya.
Kata إِنِّي dalam ayat di atas menunjukkan ta’kid, disebabkan Zakaria sangat tekun dalam berdo’a, dan berharap Allah mengabulkan do’a. disebabkan itulah dia tidak berhenti berdo’a sampai usianya senja.[18]
Selain itu di dalam hadis juga ditambahkan tuntunan berdo’a ini seperti berdo’a dengan mengangkat tangan. [19] 10 berdo’a tidak untuk sesuatu yang jelek, mengandung dosa, memutuskan silaturahmi, dan tidak minta cepat-cepat dikabulkan Allah [20] 11
F. Formula Doa dalam al-Qur’an
Al‑Qur'an adalah petunjuk dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam berdo'a kepada Allah s.w.t. Di dalamnya dicantumkan berbagai formula do'a yang pernah diucapkan para nabi dan rasul serta orang‑orang saleh sepanjang sejarah. Porsi terbanyak adalah do'a Nabi Ibrahim sebagai moyang para nabi yang melahirkan tiga agama besar dalam sejarah yang berkembang sampai sekarang. Formula tersebut tidak hanya sekedar bernilai sejarah karena pernah diucapkan di masa lampau, tetapi adalah pedoman untuk diucapkan kembali oleh orang beriman agar mendapat kemudahan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Mengamati berbagai do'a yang ada dalam al‑Qur'an, maka secara umum dapat diklasifikasikan kepada beberapa kelompok sesuai dengan jenis permintaan yang dikandungnya : [21]
1. Kemudahan dalam mendapatkan materi:
a. Mohon mendapatkan negeri yang aman (Makkah) dan pen­duduknya diberi rezeki buah‑buahan (QS. al‑Baqarah/2: 126, QS. Ibrahim/14: 35).
b. Mohon kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat (QS. al‑Baqarah/2:201, QS. al‑A'raf : 155‑156).
c. Mohon diberi makanan dan rezeki yang baik (QS. Ali Imran/3: 27, QS. al‑Ma'idah/5:114).
d. Mohon diberi rezeki dari langit (QS. Ibrahim/14:37).
2. Mohon diberi Anak Cucu:
a. Mohon dijadikan orang yang patuh dan anak cucu yang patuhkepada Allah (QS. Ali Imran/3: 8, QS. al‑Anbi­ya'/11: 89, QS. al-Furqan/25: 74, QS. al‑Shaffat/37:100).
b. Mohon agar diri dan anak cucu jangan sampai menyembah berhala QS. Ibrahim/14:35).
c. Mohon diberi anak cucu sebagai cindera mata dan panutan bagi orang beriman (QS. al‑Furqan/25:74).
d. Mohon diberi keturunan yang saleh (QS. al‑Shaffat/37. 100).
e. Mohon perbaikan untuk anak cucu (QS. al‑Ahqaf/46:15).
3. Do’a dalam lbadat dan Keagamaan:
a. Mohon ditunjuki tentang manasik dan ibadat (QS. al‑Ba­qarah/2:128).
b. Mohon dikirim utusan (rasul) yang akan membacakan ayat‑ayat Allah, mengajarkan Kitab dan kecerdasan (wa yuzakkihim) (QS. al‑Baqarah/2: 129).
c. Mohon diwafatkan sebagai Muslim yang saleh dan orang baik (QS. Yusuf/12: 101, QS Ali Imran/3:193).
d. Mohon diberi sorga Eden untuk orang lain (QS. Ghafir/ 40:8).
3. Menghadapi Kesulitan dan Musuh:
a. Mohon diberi kesabaran, dimantapkan langkah‑langkah, dan pertolongan melawan orang kafir (QS. al‑Baqarah/ 2:225).
b. Mohon dicatat sebagai orang yang memberikan kesaksian beriman (QS. Ali Imran/3:53, QS al‑Ma'idah/5:79).
c. Mohon bantuan dalam melawan orang kafir dan kelompok perusak (QS. al‑Baqarah/2:250, QS al‑Baqarah/2:289, QS Ali Imran/3:147, QS al‑Ankabut/29:30).
d. Mohon jangan dijadikan sebagai fitnah bagi orang kafir (QS. al-Mumtahinah/ 60 :5).
e. Mohon jangan dijadikan fitnah bagi orang zhalim (QS. Yunus/10:85).
f. Mohon kehancuran atas pemilik kekayaan dan kekuasaan yang menyesatkan orang (QS. Yunus/ 10: 8 8).
4. Memantapkan Kepribadian:
a. Mohon jangan diberi beban yang tidak sanggup dipikul (QS. al‑Baqarah/2:286).
b. Mohon diberi petunjuk dalam urusan (QS. al‑Kahfi/18: 10).
c. Mohon dibukakan jalan kebenaran atas bangsa sendiri (QS. al-A'raf/7:89).
d. Mohon keputusan kepada Allah atas perselisihan kelom­pok masyarakat (QS. al‑Zumar/ 39:46).
5. Pengakuan Iman:
a. Pengakuan mendengarkan dan mentaati perintah Allah (Q.s. al‑Baqarah/2:285).
b. Pernyataan beriman dan mengikuti Rasul (QS. Alu 'Imran/3:193)
c. Pernyataan bahwa masuk neraka adalah kehinaan dan orang zhalim tidak akan mempunyai pendukung (Q.s. Ali Imran/ 3:192).
d. Pernyataan tentang keagungan Allah Yang Maha Suci, me­mulai dengan salam, dan mengakhiri dengan Alhamdu­lillah (QS. Yunus/ 10: 10).
e. Pernyataan tentang keagungan ciptan Allah (QS. Ali Imran/3:19 1).
f. Pernyataan tawakal kepada Allah (QS. Yunus/ 10:85; QS. al‑A’raf/7:89; QS. al‑Mumtahinah/60: 4).
g. Pernyataan tidak berputus asa dalam berdo'a untuk menda­patkan keturunan sekalipun fisik sudah tua bangka (QS. al‑Anbiya’/21:89; QS al‑A’raf/8:4).
h. Pernyataan tentang Allah sebagai tempat kembali (prefe­rence) (QS al‑Baqarah/2:285).
i. Pernyataan bahwa Allah mengetahui yang tampak dan yang tidak tampak di langit dan di bumi (QS. Ibrahim/ 14:38).
j. Pernyataan sebagai Muslim (QS. al‑An’am/6: 79; QS. al­Anfal/8: 161‑162).
k. Pernyataan sebagai pengikut agama Nabi Ibrahim (QS. al-Anfal/8: 161)
6. Perlindungan:
a. Mohon perlindungan dari siksa neraka (QS. al‑Baqa­rah/2:201; QS Ali Imran/3 : 16 dan 191).
b. Mohon perlindungan dari penduduk negeri yang zhalim (QS. al‑Nisa’/4:75).
c. Mohon perlindungan dari kebodohan (QS. al‑Baqarah/ 2:67; QS Had/11: 47).
d. Mohon perlindungan dari godaan dan kehadiran setan (QS. al‑A'raf/7:200; QS. al‑Mu'minun/23:97‑98).
e. Mohon dilepaskan dari kaum yang zhalim (QS. al‑Qa­shash/28:21).
f. Mohon perlindungan dari orang jahat (QS. al‑Kahf/ 18: 18).
g. Mohon perlindungan dari kesesatan (QS. Ali Imran/3: 8).
h. Mohon perlindungan dari kejahatan manusia, jin dan makhluk (QS. al‑Falaq/1 111‑5; QS al‑Nas/114:1‑6).
i. Mohon perlindungan dari penderitaan hari kiamat (QS. Ali Imran/ 3 : 194).
j. Mohon perlindungan agar jangan sampai mendukung para penjahat (mujrimin) (QS al‑Qashash/28:17).
k. Mohon perlindungan sewaktu membaca al‑Qur'an (QS. al‑Nahl/16: 98).
l. Mohon perlindungan dari segala bentuk kegelapan, fisik mental dan spiritual (QS. al‑Falaq/113 : 3)
m. Mohon perlindungan dari kejahatan tukang sihir dan dukun jahat (QS. al‑Falaq/113: 4)
n. Mohon perlindungan dari kejahatan orang dengki (QS. al-­Falaq/ 113: 5)
7. Ampunan:
a. Mohon diampuni dosa dan kesalahan (QS. al‑Baqarah/ 2:285‑286; QS Ali Imran/3: 193; QS al‑Muntahinah/ 60:5; QS al‑Tahrim/ 66:8).
b. Mohon diampuni atas pemborosan (israf) dalam urusan (QS. Ali Imran/3:147).
c. Mohon ampunan atas kezhaliman diri sendiri (QS. al‑Anbiya’/ 21: 87; QS. al‑Qashash/ 28:16).
d. Mohon ampunan atas diri, kedua orang tua, dan orang-orang beriman (QS. Ibrahim/14: 41).
e. Mohon ampunan untuk ayah yang sesat (QS. al‑Syu'ara’/ 26:87).
f. Mohon ampunan atas orang taubat (QS. Ghafir/40:7)
8. Do’a Khusus:
a. Do'a kesembuhan dari sakit dan penderitaan (QS. al‑Anbiya’/21:83)
b. Do'a mendapatkan anak saleh (QS. al‑Kahf/18:5; QS. al‑Anbiya’/21:89; QS al‑Shaffat/37: 100).
c. Do’a mendapatkan ilmu (QS. Thaha/20:114).
d. Do’a minta dimudahkan urusan (QS. al‑Kahf/ 18: 10).
e. Do’a minta dilapangkan dada, dibukakan pikiran dan dilan­carkan ucapan (QS. Thaha/20:25).
f. Do’a sewaktu menaiki kendaraan (QS. Hud/ 11: 141).
g. Do’a sewaktu kendaman akan berjalan (QS. al‑Zukhruf/ 43:13‑14).
h. Do’a sewaktu akan turun dari kendaraan (QS. al-Mu'mi­nun/23:29).
i. Do’a sewaktu dikejutkan oleh mimpi buruk (QS. al-Mu'minun/ 23: 97‑98).
j. Do’a syukur nikmat atas diri sendiri dan kedua orang tua (QS. Yusuf 12: 101; QS al‑Naml/27:19; QS al‑Ahqaf/ 46:15).
Dari pengelompokan di atas dapat dilihat bahwa formula do'a dalam al‑Qur’an mencakup bidang yang sangat luas. Ia meliputi permohonan kepada Allah Swt. tentang kemudahan materi, anak cucu, ibadat/keagamaan, kesulitan dan musuh, pemantapan kepribadian, pemyataan iman, kekuatan materi dan kekuasaan, perlindungan, ampunan, dan do'a untuk kesempatan-kesempaan tertentu.
Kandungan formula ini sebenarnya menggambarkan manusia sebagai manusia yang mempunyai ambisi-ambisi, kecemas­an-kecemasan, harapan-harapan, kelemahan-kelemahan, dan kondisi-kondisi khusus. Jadi, secara tidak langsung, ia juga mengingatkan kita akan kemampuan kemanusiaan kita yang terbatas dan kebutuhan manusia kepada Allah dalam segala keadaan. Dengan mengucapkannya pada saat‑saat yang tepat, kita akan merasakan seperti menyelami diri sendiri dan menjalani hidup dengan penuh optimisme di bawah lindungan dan karunia Allah. Inilah inti dari seluruh do'a, dan karena itu tidak meng­herankan bila Rasul Saw. bersabda bahwa do'a adalah senjata orang beriman.
Do'a adalah kontak batin dengan Allah sebagai perwujud­an pengabdian hamba yang tulus ikhlas kepada‑Nya. Ia menjadi terkabul karena disertai oleh usaha manusia untuk mencapainya dan tekad untuk mengikuti tuntunan Allah dalam hidup.

DAFTAR PUSTAKA
Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subul as-Salam, (Bandung: Dahlan, [t.th.]), Juz IV, h. 212
[1] Abu Louis al-Ma’luf, Munjid fi al-Lughah wa A’lam, (Beirut: Dar al-Fikr Maktabah Syarifiyah, 1986), h. 216
[1] Fairuz Zabady, Kamus al-Muhith, (Beirut: Dar al-Jail, [t.th.]), Juz IV, h. 329
[1] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Do’a, (Jakarta: Bulan Bintang, 1956), h. 96
[1] Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah, Mu’jam Alfazh al-Qur’an al-Karim, (Kairo: Dar al-Syuruq, t.t.), h. 204
[1] CD al-Qur’an al-Karim
[1] Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), Juz VIII, h. 237
[1] CD al-Qur’an al-Karim, Tafsir Ibnu Katsir
[1]Muhammad al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, Judul Asli: Khulu’ al-Muslim, terjemahan Muh. Rifai, (Semarang: Wicaksana, 1993), h. 139
[1]Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, (Beirut: dar Fikr, 1973), jilid V, h. 475
[1]Ibnu Manzur, Lisan al-‘Arab al-Muhith, (Beirut: dar al-Ma’arif, t,th,) jilid IV, h. 13)
[1]Muhammad Rasyid Ridha, op.cit., Juz VIII, h. 456
[1]Al-‘Alamah as-Sayyid Muhammad Husein at-Thabathabai [selanjutnya disebut Thabathabai], Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, (Beirut: Muassasah al-A’lamy lilmathbu’at, 1991), Juz VIII, h. 162
Ibid., Juz XIV, h. 7
[1]Rifyal Ka’bah, Dzikir dan Do’a dalam al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 37 - 43
[1] Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subul as-Salam, (Bandung: Dahlan, [t.th.]), Juz IV, h. 212
[2] Abu Louis al-Ma’luf, Munjid fi al-Lughah wa A’lam, (Beirut: Dar al-Fikr Maktabah Syarifiyah, 1986), h. 216
[3] Fairuz Zabady, Kamus al-Muhith, (Beirut: Dar al-Jail, [t.th.]), Juz IV, h. 329
[4] Muhammad bin Ismail al-Kahlani, loc. cit.
[5] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Do’a, (Jakarta: Bulan Bintang, 1956), h. 96
[6] Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah, Mu’jam Alfazh al-Qur’an al-Karim, (Kairo: Dar al-Syuruq, t.t.), h. 204
[7] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Do’a, (Jakarta: Bulan Bintang, 1956), h. 96
[8] CD al-Qur’an al-Karim
[9] Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), Juz VIII, h. 237
[10] CD al-Qur’an al-Karim, Tafsir Ibnu Katsir
[11] Ibid., h. 17
[12]Muhammad al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, Judul Asli: Khulu’ al-Muslim, terjemahan Muh. Rifai, (Semarang: Wicaksana, 1993), h. 139
[13]Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, (Beirut: dar Fikr, 1973), jilid V, h. 475
[14]Ibnu Manzur, Lisan al-‘Arab al-Muhith, (Beirut: dar al-Ma’arif, t,th,) jilid IV, h. 13)
[15]Muhammad Rasyid Ridha, op.cit., Juz VIII, h. 456
[16] Ibid., h. 457
[17]Al-‘Alamah as-Sayyid Muhammad Husein at-Thabathabai [selanjutnya disebut Thabathabai], Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, (Beirut: Muassasah al-A’lamy lilmathbu’at, 1991), Juz VIII, h. 162
[18]Al-‘Alamah as-Sayyid Muhammad Husein at-Thabathabai [selanjutnya disebut Thabathabai], Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, (Beirut: Muassasah al-A’lamy lilmathbu’at, 1991), Juz VIII, h. 162
[19]Lihat [19] Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, [t.th.]), Cet. ke-4, h. 182.
[20]Ibid., Juz XIV, h. 7
[21]Rifyal Ka’bah, Dzikir dan Do’a dalam al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 37 - 43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar